Rincian projek Proyek Strategis Nasional

Jumlah Proyek Strategis Nasional setiap tahun tercatat terus berubah, baik kerana projek tahun sebelumnya telah selesai, projek ada yang dikeluarkan dari daftar, hingga adanya penambahan projek baru. Sejak pertama kali dicantumkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, jumlah Proyek Strategis Nasional mencapai 225 projek dan 1 program.[6]

Kemudian dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No 58 Tahun 2017, jumlah proyeknya bertambah menjadi 245 Proyek Strategis Nasional dan 3 Program. Dalam Perpres ini, terdapat 55 projek baru dan satu program industri pesawat terbang. Sementara itu, pada tahun 2018 terdapat 223 Proyek Strategis Nasional dan 3 Program Nasional, seperti tercantum dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No 56 Tahun 2018, yang ditandatangani 20 Julai 2018.[19]

Secara nominal, jumlah 245 Proyek Strategis Nasional dan 2 program dengan jumlah investasi mencapai US$ 327,2 miliar atau senilai Rp 4.417 trilion. Sementara itu, nilai keseluruhan Proyek Strategis Nasional untuk tahun 2018 mencapai Rp 4.183 trilion. Seluruh Proyek Strategis Nasional tersebut terbagi dalam 15 sektor dan 2 program.[32]jmpl|400x400px|Rincian dan Sebaran Proyek Strategis Nasional Tahun 2017. Berdasarkan Perpres No 58 Tahun 2017.|al=

Sebaran

Sebaran Proyek Strategis Nasional Berdasarkan Pulau-Pulau
SebaranPerpres 2016[7][20]Perpres 2017[12][20]Perpres 2018[12]
JumlahNilaiJumlahNilaiJumlahNilai
Sumatra46Rp 31,1 trilion61Rp 638 trilion53Rp 588,42 trilion
Kalimantan24Rp 38 trilion24Rp 564 trilion17Rp 481,85 trilion
Jawa89Data tidak tersedia93Rp 1.065 trilion89Rp 981,37 trilion
Sulawesi28Rp 14,3 trilion27Rp 155 trilion27Rp 312,6 trilion
Maluku & Papua13Rp 4,81 trilion13Rp 444 trilion12Rp 464,7 trilion
Bali & Nusa Tenggara16Data tidak tersedia15Rp 11 trilion13Rp 9,4 trilion
Nasional (plus berbentuk program)10Rp 127 trilion12Rp 264 trilion15 (3)Rp 1.344,9 trilion
Berbentuk program1Data tidak tersedia2Rp 1.056 trilionSudah masuk di bagian nasionalData tidak tersedia
Total Proyek + Program225 + 1Data tidak tersedia245 + 2Rp 4.197 trilion223 + 3Rp 4.183 trilion

jmpl|395x395px|Sebaran Proyek Strategis Nasional Tahun 2018. Berdasarkan Perpres No 56 Tahun 2018.Beberapa kalangan sebetulnya telah mengapresiasi paradigma dan pendekatan pembangunan yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mengusung Indonesia Sentris menggantikan Jakarta Sentris dan konsep membangun dari pinggiran. Pembangunan infrastruktur sudah mulai tersebar ke berbagai pelosok Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.[33] Indonesia Sentris dilakukan dengan adanya Proyek Strategis Nasional yang tersebar di beberapa daerah, seperti pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra, pembangunan Pos Lintas Batas Negara, berbagai bendungan,[34] dan pembangunan Palapa Ring.[35]

Namun, berdasarkan data, sebaran Proyek Strategis Nasional sebagian besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.[7] Pulau ini menerima Proyek Strategis Nasional 93 projek senilai Rp 1.065 trilion pada tahun 2017 kemudian menjadi 89 projek senilai Rp 981,37 trilion pada tahun berikutnya.[12][36]

Posisi kedua adalah Pulau Sumatra[36] sebanyak 61 projek senilai Rp 638 trilion pada tahun 2017 kemudian menjadi 53 projek senilai Rp 588,42 trilion pada tahun 2018. Posisi ketiga adalah Pulau Sulawesi sebanyak 27 projek senilai Rp 155 trilion pada tahun 2017 kemudian menjadi 27 projek senilai Rp 312,6 trilion pada tahun 2018.[12]

Posisi keempat adalah Pulau Kalimantan sebanyak 24 projek senilai Rp 564 trilion pada tahun 2017 kemudian menjadi 17 projek senilai Rp 481,85 trilion pada tahun 2018. Posisi kelima adalah Bali & Nusa Tenggara sebanyak 15 projek senilai Rp 11 trilion pada tahun 2017 kemudian menjadi 13 projek senilai Rp 9,4 trilion pada tahun 2018. Terakhir di posisi keenam adalah Pulau Maluku dan Pulau Papua sebanyak 13 projek senilai Rp 444 trilion pada tahun 2017 kemudian menjadi 12 projek senilai Rp 464,7 trilion pada tahun 2018. Selain projek strategis nasional yang bersifat lokal di atas, Proyek Strategis Nasional ada yang bersifat nasional juga, yakni sebanyak 12 projek senilai Rp 264 trilion dan dua program senilai Rp 1.056 trilion pada tahun 2017 dan pada tahun 2018 menjadi Rp 1.344 trilion terdiri atas 12 projek berskala nasional dan tiga program nasional.[32]

Keberadaan Proyek Strategis Nasional di Indonesia Timur yang didominasi oleh Sulawesi Sentris, yakni 27 projek dibandingkan 13 projek di Papua dan Maluku, semakin menguntungkan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Apalagi sebagian besar projek tersebut berada di Sulawesi Selatan, seperti Makassar New Port, tiga bendungan besar, dan rel kereta api Makassar-Pare Pare. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, Sulawesi Selatan dalam lima tahun terakhir tumbuh secara rata-rata lebih dari 7,07%, disusul Maluku Utara 7,92%. Angka ini di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,7-5,27%.[37]

Dengan menjadikan Sulawesi Selatan sebagai pusat pertumbuhan di Indonesia Timur melalui pembangunan infrastruktur, disparitas ekonomi kota-kota di Indonesia Timur, yakni Makassar dengan kota-kota lain, seperti Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Papua, justru semakin melebar dan bukannya mendorong pertumbuhan ekonomi kota-kota non-Makassar tersebut.[37]

Sementara itu, sebaran Proyek Strategis Nasional berupa pembangunan infrastruktur memang sangat diperlukan mengingat kemampuan fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 17 dari 34 provinsi masih terbatas untuk membiayai keperluan infrastruktur daerahnya masing-masing. Dari 17 provinsi tersebut, sebanyak sembilan provinsi memiliki kapasitas fiskal sangat rendah dan delapan provinsi dengan kategori rendah. Delapan provinsi lainnya memiliki kemampuan fiskal kategori sedang dan lima provinsi kategori tinggi, dan empat provinsi dengan kategori sangat tinggi. Keterbatasan kemampuan fiskal 17 provinsi tersebut disebabkan pembangunan infrastruktur yang masih terkonsentrasi di Jawa.[38]

Sektor dan program

Rincian Sektor dan Jumlah Proyek Periode Tahun 2016-2018
SektorUraianPerpres 2016[20]Perpres 2017[20]Perpres 2018[39]
1Jalan526969
2Bendungan605151
3Kawasan242828
4Kereta api191616
5Energi71111
6Pelabuhan131010
7Pengolahan air minum dan air limbah988
8Bandar udara1777
9Irigasi-66
Pariwisata111
10Smelter666
11Teknologi344
12Perumahan333
13Pos Lintas Batas Negara7--
Infrastruktur Pendidikan-11
14Kelautan3 (termasuk pertanian)11
15Tanggul laut111
Jumlah225245223
Berbentuk ProgramPerpres 2016Perpres 2017Perpres 2018
Kelistrikan111
Industri pesawat-22
Pemerataan ekonomi-11
Jumlah133

Sejak diluncurkan tahun 2016, Proyek Strategis Nasional terbagi ke dalam 15 sektor projek dan program berskala nasional. Sebanyak sepuluh sektor memiliki jumlah PSN terbanyak, yakni sektor jalan,[36] bendungan, kawasan industri/ekonomi khusus, kereta api, energi, pelabuhan, pengolahan air, bandar udara, irigasi, dan smelter, dengan kontribusi mencapai 95% terhadap jumlah Proyek Strategis Nasional.[20] Adapun program nasional berupa pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan tetap berstatus PSN sejak tahun 2016 hingga 2018. Pada tahun 2017, program nasional mengalami penambahan, yakni industri pesawat dan pemerataan ekonomi dan pada tahun 2018 kedua program ini tetap berstatus PSN.[32]

Sepuluh sektor utama

Infrastruktur jalan

Dari 15 sektor Proyek Strategis Nasional berjumlah 223 projek, sebanyak 71 dari 76 projek jalan merupakan jalan tol dan sisanya lima projek adalah projek infrastruktur jalan nasional/jalan strategis. 71 projek jalan tol tersebut sebagian besar terkait dengan Jalan Tol Trans Sumatra dan Jalan Tol Trans Jawa. Lima projek lainnya terkait pembangunan projek infrastruktur jalan strategis di Trans Morotai (selesai) sepanjang 231,8 km di Maluku Utara; Jalan Palu-Parigi (selesai)[19] sepanjang 83,6 km di Sulawesi Tengah; fly over dari dan menuju Teluk Lamong sepanjang 2,4 km di Jawa Timur, Jalan Penghubung Gorontalo-Manado (selesai) sepanjang 301,7 km di Gorontalo-Sulawesi Utara, dan 7 ruas Trans Maluku (selesai).[40]

Pembangunan infrastruktur jalan mendapat porsi besar dalam Proyek Strategis Nasional, kerana sejak 1978 hingga akhir tahun 2000-an, Indonesia hanya membangun rata-rata 20 kilometer jalan tol, jauh tertinggal dibandingkan Malaysia yang mampu membangun sepanjang 280 kilometer.[41]

Jalan Tol Trans Sumatra

Jalan Tol Trans Sumatra merupakan jaringan jalan tol terpanjang di Indonesia, yakni mencapai 2.704 kilometer, yang menghubungkan Aceh hingga Lampung. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Peraturan Presiden No 100 tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatra, menugaskan PT Hutama Karya untuk membangun empat ruas Jalan Tol Trans Sumatra, yakni Jalan Tol Medan-Binjai, Jalan Tol Palembang-Simpang Indralaya, Jalan Tol Pekanbaru-Dumai, dan Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar.[42]

Jalan Tol Medan-Binjai sepanjang 16,72 km menelan investasi sebesar Rp 1,6 trilion, terdiri atas tiga seksi, yakni Tanjung Mulia-Helvetia (seksi I), Helvetia-Semayang (seksi II), dan Semayang-Binjai (seksi III). Seksi II dan III telah beroperasi pada Oktober 2017, sedangkan seksi I, yakni Tanjung Mulia-Helvetia akan beroperasi pada pertengahan tahun 2020.[43] Jalan Tol Palembang-Simpang Indralaya sepanjang 22 km dengan investasi sebesar Rp 3,3 trilion, telah selesai dibangun dan beroperasi. Jalan Tol Pekanbaru-Dumai sepanjang 131,5 km dengan investasi sebesar Rp 16,2 trilion ditargetkan beroperasi pertengahan 2020. Sementara itu, Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar sepanjang 140,9 km dengan investasi sebesar Rp 16,7 trilion telah beroperasi Maret 2019.[44]jmpl|453x453px|Peta Jalan Tol Trans Sumatra yang dikerjakan oleh Hutama Karya. Salah satu Proyek Strategis Nasional|al=Jalan Tol Trans Sumatra kemudian ditambah menjadi 24 ruas jalan tol oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden No 117 Tahun 2015.[25] Total keperluan dana investasi untuk membangun seluruh jaringan Jalan Tol Trans Sumatra adalah sebesar Rp 206,4 trilion. Tambahan jalan tol tersebut adalah:

  • Jalan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang, selesai dan beroperasi 2019[44]
  • Jalan Tol Pematang Panggang-Kayu Agung, selesai dan beroperasi November 2019[44]
  • Jalan Tol Palembang-Tanjung Api-Api
  • Jalan Tol Kisaran-Tebing Tinggi
  • Jalan Tol Betung (Sp. Sekayu)-Tempino-Jambi,
  • Jalan Tol Jambi-Rengat
  • Jalan Tol Rengat-Pekanbaru
  • Jalan Tol Dumai-Sp.Sigambal-Rantau Prapat
  • Jalan Tol Rantau Prapat-Kisaran
  • Jalan Tol Binjai-Langsa
  • Jalan Tol Langsa-Lhokseumawe
  • Jalan Tol Lhokseumawe-Sigli
  • Jalan Tol Sigli-Banda Aceh
  • Jalan Tol Simpang Indralaya-Muara Enim
  • Jalan Tol Muara Enim-Lahat-Lubuk Linggau
  • Jalan Tol Lubuk Linggau-Curup-Bengkulu
  • Jalan Tol Pekanbaru-Banginang-Payukumbuh-Bukit Tinggi
  • Jalan Tol Bukit Tinggi-Padang Panjang-Lubuk Alung-Padang
  • Jalan Tol Tebing Tinggi-Pematang Siantar-Prapat-Tarutung-Sibolga
  • Jalan Tol Batu Ampar-Muka Kuning-Bandara Hang Nadim.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, Jalan Tol Trans Sumatra akan berdampak pada penghematan sebesar Rp 2,23 trilion per tahun dari efisiensi kendaraan, sedangkan dampak permanen dari jumlah efek bergandanya adalah sebesar Rp 769,5 trilion.[45]

Keberadaan Jalan Tol Trans Sumatra juga akan mendukung proses industrialisasi sumber daya alam, sehingga pertumbuhan ekonomi kawasan ini dapat tumbuh lebih tinggi dan tidak hanya mengandalkan sumber daya alam seperti saat ini. Kawasan Sumatra sangat tergantung terhadap sumber daya alam. Akibatnya, pertumbuhan kawasan ini menjadi labil, seiring anjloknya harga komoditas dan membuat kontribusi Pulau Sumatra terhadap ekonomi nasional berkurang dari 23,16% tahun 2014 menjadi 21,58% tahun 2018. Manfaat dari keberadaan jalan tol dan industrialisasi pun baru akan terasa dalam 10-15 tahun ke depan.[46]

Hutama Karya sendiri sebagai badan usaha milik negara yang mendapat penugasan untuk membangun Jalan Tol Trans Sumatra melihat penugasan ini menjadi momentum untuk optimalisasi peluang bisnis pengembangan pembinaan, manufaktur, properti dan kawasan terpadu. Koridor kawasan sepanjang jalur Jalan Tol Trans Sumatra akan dikembangkan oleh Hutama Karya menjadi Trans Sumatra Development dengan menggandeng investor Amerika Serikat, Belanda, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Tiongkok.[47]

Jalan Tol Trans Jawa
Rencana utama: Jalan Tol Trans Jawa

Jalan Tol Trans Jawa adalah jaringan jalan tol yang menghubungkan kota-kota di Pulau Jawa sepanjang kurang lebih 1.167 km, terdiri dari 18 jalan tol, yang seluruhnya dikelola oleh PT Jasa Marga Tbk. Ide pembangunan Jalan Tol Trans Jawa sebetulnya sudah tercetus sejak tahun 1995, namun pembangunannya tertunda pada tahun 1998 dan 2005 akibat krisis ekonomi saat itu. Pada akhir tahun 2000-an, sebanyak sembilan jalan tol yang telah beroperasi direncanakan tersambung dengan sembilan jalan tol baru. Kesembilan jalan tol baru tersebut adalah Cikampek-Palimanan, Pejagan-Pemalang, Batang-Semarang, Semarang-Solo, Solo-Ngawi, Ngawi-Kertosono, Kertosono-Mojokerto, dan Surabaya-Mojokerto.[41]jmpl|550x550px|Peta Jalan Tol Trans Jawa

Dari 18 jalan tol Trans Jawa, sebanyak 11 jalan tol adalah Proyek Strategis Nasional, yakni Jakarta-Cikampek II Elevated sepanjang 64 km dengan investasi sebesar Rp 16,22 trilion, Jakarta-Cikampek II sisi Selatan sepanjang 36,4 km dengan investasi sebesar Rp 13,3 trilion, Pejagan-Pemalang (selesai) sepanjang 57,5 km dengan investasi sebesar Rp 6,84 trilion, Pemalang-Batang (selesai) sepanjang 39,2 km dengan investasi sebesar Rp 4,08 trilion, Batang-Semarang (selesai) sepanjang 75 km dengan investasi sebesar Rp 11,05 trilion, Semarang-Solo (selesai) sepanjang 72,6 km dengan investasi sebesar Rp 7,3 trilion, Solo-Ngawi (selesai) sepanjang 90,1 km dengan investasi sebesar Rp 5,1 trilion, Ngawi-Kertosono (selesai) sepanjang 87 km dengan investasi sebesar Rp 3,83 trilion, Kertosono-Mojokerto (selesai) sepanjang 40,5 km dengan investasi sebesar Rp 3,48 trilion, Mojokerto-Surabaya (selesai) sepanjang 36,3 km dengan investasi sebesar Rp 3,79 trilion, Gempol-Pasuruan (selesai) sepanjang 34,15 km dengan investasi sebesar Rp 2,7 trilion, Gempol-Pandaan sepanjang 14 kilometer (selesai), dan Pasuruan-Probolinggo sepanjang 31,3 km dengan investasi sebesar Rp 3,55 trilion.[12][19]

Dengan adanya Jalan Tol Trans Jawa, dampak langsung yang dirasakan adalah penghematan waktu perjalanan, biaya operasional kendaraan, berkurangnya kemacetan di jalan-jalan non-tol, dan mendorong mobilitas antara kota dengan menggunakan bus. Adapun dampak regionalnya adalah penyebaran pembangunan dengan pusat industri, manufaktur, dan perdagangan, tidak terpusat di daerah metropolitan dan perbaikan taraf hidup masyarakat dengan terbukanya peluang pekerjaan baru.[41]

Di luar jaringan Jalan Tol Trans Jawa, Proyek Strategis Nasional jalan tol yang berada di Pulau Jawa adalah Jalan Akses Tanjung Priok (selesai), Cileunyi-Sumedang-Dawuan, Soreang-Pasir Koja (selesai), Pandaan-Malang, Serang-Patimban, Cengkareng-Batu Ceper-Kunciran, Kunciran-Serpong, Serpong-Cinere, Cinere-Jagorawi, Cimanggis-Cibitung, Cibitung-Cilincing, Depok-Antasari, Bekasi-Cawang-Kampung Melayu, Bogor Ring Road, Serpong-Balaraja, Probolinggo-Banyuwangi, Yogyakarta-Solo, Yogyakarta-Bawen, Semarang-Demak, Sukabumi-Ciranjang-Padalarang, dan Krian-Legundi-Bunder-Manyar.[12][19]

Bendungan

jmpl|320x320px|Bendungan Jatigede, salah satu bendungan terbesar di Indonesia. Bendungan ini berstatus Proyek Strategis Nasional.Dari 73 bendungan, sebanyak 15 bendungan dalam daftar Proyek Strategis Nasional telah selesai dibangun dengan beberapa dampak positifnya seperti mampu menambah persediaan air baku sebesar 1,1 miliar m³, mengurangi potensi banjir 3.600 m³/detik, pasokan air baku bertambah sebesar 3.300 liter/detik, mengairi ladang seluas 120 ribu hektar, dan adanya potensi listrik sebesar 113 MW yang bisa dihasilkan. Irigrasi yang dibangun juga dapat mengairi area persawahan seluas 865,4 hektar.[48]

Lima projek terbesar bendungan yang berstatus Proyek Strategis Nasional adalah Bendungan Jatigede-Jawa Barat dengan kapasitas 980,6 juta kubik, Bendungan Karian-Banten (314,7 juta kubik), Bendungan Keureto-Aceh (215,9 juta), Bendungan Cipanas-Jawa Barat (171,2 juta kubik), dan Bendungan Passeloreng-Sulawesi Selatan (138 juta kubik).[34] Bendungan Jatigede dibangun sejak tahun 2007 dan rampung pada tahun 2015. Bendungan lainnya yang telah selesai pembangunannya adalah Bendungan Payaseunara-Aceh (2015), Bendungan Bajulmati (2015), Bendungan Rajui (2015), Bendungan Titab (2015), Bendungan Nipah (Maret 2016), Bendungan Teritip (akhir 2016), Bendungan Rotiklot (Disember 2015), Bendungan Mila (2018), Bendungan Tanju (2018), Bendungan Sei Gong (2018), dan Bendungan Kamijoro (Januari 2019).[49]

Jika terbangun semua seluruh bendungan tersebut pada tahun 2023, persediaan air baku akan meningkat menjadi 2,11 miliar meter kubik, mengairi ladang seluas 160 ribu hektar, menambah pasokan air baku menjadi sebesar 3,02 meter kubik/detik, dan potensi energi listrik sebesar 145 MW.[50]

Kawasan ekonomi khusus

Rencana utama: Kawasan Ekonomi Khusus

jmpl|350x350px|Peta Sebaran Kawaasan Ekonomi KhususDi sektor ini terdapat 29 projek terkait kawasan industri prioritas dan atau Kawasan Ekonomi Khusus. Dari 29 projek tersebut, terdapat satu projek yang dikeluarkan dari daftar, yakni percepatan infrastruktur Kawasan Ekonomi Khusus Merauke, di Papua. Penyebabnya adalah kerana projek ini masih membutuhkan penyempurnaan kajian kelayakan projek dan masalah pembebasan ladang yang tidak selesai.[51]

Sementara itu, kawasan ekonomi khusus (KEK) yang telah selesai dibangun hingga tahun 2019 adalah sebanyak 11 kawasan, yakni KEK Sei Mangkei, KEK Tanjung Lesung, KEK Palu, KEK Mandalika, KEK Lhokseumawe, KEK Tanjung Buton, KEK Kendal, KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan, KEK Bitung, KEK Morotai, dan KEK Belitung (Tanjung Kelayang). Adapun Kawasan Industri Dumai dan Kawasan Industri Java Integrated Industrial Port Estate (JIIPE) Gresik juga telah berstatus selesai dibangun.[52]

Hingga Februari 2020, terdapat empat kawasan ekonomi khusus yang sedang dalam fase pembangunan, yakni KEK Tanjung Api-Api, KEK Singhasari, KEK Kendal, dan KEK Likupang.[53] Hingga tahun 2019 terdapat komitmen investasi di 15 Kawasan Ekonomi Khusus di atas sebesar Rp 95,3 trilion dari 78 perusahaan.[54]

Di KEK Sei Mangkei, investor yang berinvestasi adalah PT Unilever Oleochemical sebesar Rp 2 trilion[55] dan telah melakukan ekspor ke 42 negara serta PT Industri Nabati Lestari. Total ekspor pada tahun 2019 mencapai Rp 3,2 trilion. KEK Mandalika telah mengoperasikan dermaga cruise di Pelabuhan Gilimas Lembar pada November 2019, sedangkan land clearing pembangunan sirkuit MotoGP telah mencapai 75% dan pembinaan pembangunan jalan Bypass Bandara Internasional Lombok-Mandalika akan dilakukan tahun 2020.[54]

Di KEK Palu, adapun investor yang telah berinvestasi adalah PT Hong Thai Internasional dan telah mengekspor Turpentine dan Gum Rusin senilai Rp 127,16 miliar pada tahun 2019. DI KEK Bitung, investor terbesarnya adalah PT Futai Sulawesi Utara yang telah berinvestasi dan terdapat komitmen investasi mencapai Rp 2,74 trilion.[54]

KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan telah memperoleh investasi sebesar Rp 945 miliar dari PT Kilang Kaltim Continental. Di kawasan pariwisata, yakni KEK Tanjung Kelayang terdapat Hotel Sheraton yang telah selesai dibangun dan di KEK Tanjung Lesung terdapat investasi sebesar Rp 3,8 trilion dan pasca-bencana tsunami pada Disember 2018 lalu ada investasi baru di kawasan ini senilai Rp 1,7 trilion. Di KEK Lhokseumawe, terdapat komitmen investasi sebesar Rp 1,66 trilion dan KEK Morotai terdapat 81 unit Loft Studio yang telah selesai dibangun.[54]

Sarana & prasarana kereta api

jmpl|320x320px|Moda Transportasi Raya Jakarta adalah salah satu Proyek Strategis Nasional yang telah selesai.Proyek Strategis Nasional sarana dan prasarana kereta api mencakup dua projek utama, yakni kereta api antara kota sebanyak sembilan projek dan kereta api dalam kota sebanyak tujuh projek. Di sektor ini terdapat enam projek sarana dan prasarana kereta api antara kota yang statusnya dikeluarkan dari daftar Proyek Strategis Nasional, yakni jalur Kereta Api Kertapati-Simpang-Tanjung Api-Api, rel Kereta Api di Kalimantan Timur, Kereta Api Muara Enim-Pulau Baai, Kereta Api Tanjung Enim-Tanjung Api-Api, Kereta Api Jambi-Pekanbaru, dan Kereta Api Jambi-Palembang. Adapun untuk projek kereta api dalam kota, terdapat satu projek yang dikeluarkan dari daftar status Proyek Strategis Nasional, yakni Moda Transportasi Raya (MRT) Jakarta koridor East-West.[56]

Setakat Disember 2019, pencapaian dari sektor ini berupa beroperasinya jalur transportasi MRT, yakni di DKI Jakarta dan LRT pertama (Palembang) di Indonesia. Selain itu, pembangunan jalur rel kereta api pertama di Sulawesi telah mencapai 50 km.[48]

Energi

Terdapat 11 Proyek Strategis Nasional di sektor energi, mulai dari pembangunan kilang minyak, projek pipa gas, dan projek infrastruktur energi asal sampah.

Kilang minyak

Pembangunan projek kilang minyak mendapat status Proyek Strategis Nasional didasari fakta Indonesia belum pernah membangun kilang minyak lagi dalam 34 tahun terakhir. Kilang-kilang minyak yang dimiliki Indonesia adalah kilang-kilang berusia "tua". Sebagai contoh, Kilang Balikpapan 1894, Kilang Plaju 1903, Kilang Cilacap dibangun tahun 1976, Kilang Dumai tahun 1971, dan Kilang Kasim 1997.[57] Tidak heran, jika Presiden Joko Widodo, sangat berkeinginan agar Indonesia dapat membangun kilang minyak untuk menekan impor minyak yang terus menekan defisit neraca transaksi berjalan.[58]

Defisit neraca transaksi berjalan Indonesia pada triwulan IV-2019 tercatat sebesar US$ 8,1 miliar atau setara 2,84% dari Produk Domestik Bruto dan sepanjang 2019 defisitnya mencapai US$ 30,4 miliar atau 2,72% dari Produk Domestik Bruto.[59] Defisit ini pernah mencatatkan rekor kenaikan tajam dari tahun 2017 sebesar 1,7% atau setara US$ 17,31 miliar terhadap Produk Domestik Bruto menjadi 2,98% dari PDB (US$ 31,1 miliar). Bank Indonesia menilai lonjakan defisit neraca transaksi berjalan tersebut akibat tingginya impor minyak.[60]

Ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri, menyebut, tingginya impor minyak membuat neraca migas defisit sebesar Rp 176 trilion pada triwulan III-2018.[61] Indonesia juga masih mengalami defisit perdagangan bahan kimia (petrokimia) sebesar 193 trilion, dengan ekspor Rp 124 trilion dan impor sebesar Rp 314 trilion. Kebutuhan petrokimia ini bisa terpenuhi jika ada pembangunan kilang minyak yang dilengkapi dengan kompleks petrokimia.[62]

Enam kilang minyak yang akan dibangun tersebut adalah empat Refinery Development Master Plan (RDMP) Balongan berkapasitas 125 ribu barel per hari dengan target selesai tahun 2021, RDMP Cilacap berkapasitas 340 ribu bph menjadi 400 ribu bph (2023), RDMP Dumai berkapasitas 170 ribu bph ditingkatkan menjadi 300 ribu bph (2023), RDMP Balikpapan berkapasitas 260 ribu bph ditingkatkan menjadi 360 ribu bph (2021), dan dua projek kilang minyak baru (Grass Root Refinery) yakni GRR Tuban berkapasitas 300 ribu bph (2026)[63] dan GRR Bontang berkapasitas 300 ribu bph (2025).[64] Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas pengolahan minyak mentah dalam negeri menjadi 2 juta bph dari keperluan konsumsi dalam sepuluh tahun mendatang sebesar 2,2 juta bph.[65]

Proyek Strategis Nasional pembangunan kilang minyak menjadi salah satu projek yang molor, kerana baik kilang minyak GRR Bontang, GRR Tuban, maupun RDMP Cilacap, RDMP Balongan, RDMP Dumai, RDMP Balikpapan, dan RDMP Plaju, tiada satupun yang terealisasi. Sejak dicanangkan pada tahun 2014, tidak ada satupun Proyek Strategis Nasional berupa kilang yang terbangun, sehingga tidak heran Presiden Joko Widodo beberapa kali menunjukkan kekesalannya ke publik.[66]

RDMP Cilacap dengan perkiraan investasi US$ 5 miliar, rencananya akan dibangun melalui kerja sama PT Pertamina dengan porsi 55% dan Saudi Amraco 45% menemui ketidaksepakatan pada Disember 2019. Padahal, perjanjian kerja sama kedua pihak yang ditandatangani pada 2014 semula menargetkan RDMP bisa dimulai pada tahun 2021.[67] Ketika itu (tahun 2014), Saudi Aramco sepakat untuk untuk menggarap Kilang Minyak Cilacap, Balongan, dan Dumai, namun hingga setahun tidak ada realisasinya hingga diperpanjang untuk kedua kalinya dengan masa perjanjian berakhir Disember 2018.[68] Selanjutnya, kesepakatan Saudi Aramco dan Pertamina juga terganjal persoalan valuasi aset eksisting hingga dua tahun lamanya yang membuat perjanjian kerja sama diperpanjang untuk kedua kalinya pada Juni 2019 dan September 2019. Hingga Februari 2020, kerja sama Pertamina dengan Saudi Aramco masih terganjal, kerana Saudi Aramco masih belum merespons skema baru yang ditawarkan Pertamina, yakni membangun pengembangan kilang baru tanpa menyertakan valuasi kilang lama.[69]

Pada tahun 2016, RDMP Kilang Minyak Dumai semula sempat diminati oleh Saudi Aramco[70] dan Abu Dhabi National Oil Company[71] namun mereka membatalkan diri. Pertamina berencana mengumumkan framework agreement pada Disember 2019[72] Berdasarkan informasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), kilang minyak ini diminati oleh investor Korea Selatan, meski Pertamina tidak mengonfirmasinya.[73] Hingga Maret 2020, proses penawaran dengan investor dan tender revisi Bankable Feasibility Study masing berlangsung.[74]

Sementara itu, kemajuan pembangunan RDMP Balikpapan lebih baik dibandingkan kilang minyak lainnya. Pada November 2018, Pertamina menetapkan kontraktor pemenang tender pembinaan Engineering, Procurement and Construction (EPC), Inside Battery Limit (IBL) dan Outside Battery Limit (OSBL) pembangunan RDMP Balikpapan, yakni SK Engineering & Construction Co Ltd, Hyundai Engineering Co Ltd, PT Rekayasa Industri dan PT PP Tbk, senilai Rp 57,8 miliar.[75] Pertamina juga telah menandatangan kontrak EPC fasilitas Lawe-Lawe senilai US$ 262 juta dengan PT Hutama Karya dan China Petroleum Pipeline Co Ltd (CPP) pada September 2019.[76] Pada awal 2020, pembangunan pembinaan kilang ini sudah mencapai 11,62% dan ditargetkan bisa mencapai di atas 25% pada akhir tahun 2020 dengan mengandalkan dana internal Pertamina sebesar US$ 1 miliar. Sementara itu, meski konstruksinya sudah berjalan, investor RDMP Balikpapan ini baru akan ditandatangani pada April 2020 antara Pertamina dengan Mubadala dengan nilai laburan mencapai US$ 3,3 miliar.[77][78][79]

Untuk projek RDMP Balongan, Pertamina pada Januari 2020 telah menandatangani nota kesepahaman dengan Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC) untuk membangun kilang minyak terintegrasi dengan kompleks petrokimia. Perjanjian nota kesepahaman ini merupakan tindak lanjut dari Comprehensive Strategic Framework yang ditandatangani pada Julai 2019.[80] Khusus pembangunan kompleks petrokimia, Pertamina juga menggandeng China Petroleum Corporation (CPC) Taiwan.[81] Sebelumnya, pada Disember 2019, Pertamina telah menandatangani kontrak Dual Feed Competition (DFC)[82] kilang minyak Balongan Fase I dengan konsortium RRE (PT Rekayasa Industri, PT Rekayasa Engineering, dan PT Enviromate Technology) dan konsortium JSW (JCG Indonesia, PT Synergy Engineering dan PT Wijaya Karya).[83]

Di Tuban, rencana pembangunan kilang minyak GRR Tuban hasil kerja sama PT Pertamina dengan Rosneft Oil Company melalui PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia/PRPP (Pertamina 55% dan Rosneft 45%) dengan nilai laburan US$ 16 miliar atau Rp 225 trilion, sempat terkendala pembebasan ladang. Dari jumlah keperluan ladang seluas 841 hektar lebih, sebanyak 340 ribu hektar berasal dari ladang milik Kementerian Lingkungan Hidup dan 493 hektar sisanya milik warga setempat. Masyarakat yang diwakili 17 warga[84] kemudian mengajukan gugatan melawan Pemerintah Provinsi Jawa Timur ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya atas penetapan lokasi tersebut dan hasilnya PTUN memenangkan gugatan warga. Terkait hal ini, selain mengajukan kasasi, Pertamina juga menyiapkan ladang pengganti yakni dengan berencana melakukan reklamasi yang studi kajiannya ditandatangani pada Mei 2019.[85]

Pada 25 Julai 2019, dalam keputusan kasasinya, Mahkamah Agung memenangkan gugatan Pemprov Jatim dan Pertamina, sekaligus membatalkan keputusan PTUN.[86] Pada Februari 2020, Pertamina membayarkan ganti rugi 67% dari jumlah 400 hektar ladang milik warga[87][88] dan ditargetkan tuntas seluruhnya pada April 2020.[89] Selain membebaskan ladang milik warga, Pertamina juga telah melakukan pembersihan ladang seluas 328 hektar milik Kementerian Lingkungan Hidup. Pertamina dan Rosneft juga telah menandatangani kontrak desain kilang pada 28 Oktober 2019 dengan Spanish Technicas Reunidas SA (TRSA)[90] dan per Maret 2020 dilakukan pelaksanaan Basic Engineering Design (BED), Front End Engineering Feed (FEED), dan pembinaan fasilitas pendukung.[74] Sementara itu, Presiden Joko Widodo meminta pembangunan kilang ini bisa dipercepat tiga tahun lebih awal menjadi tahun 2023.[91]

Di Bontang, rencana laburan pembangunan GRR Bontang dengan investor Overseas Oil and Gas/OOG (Oman) senilai Rp 197,58 trilion juga tidak menentu nasibnya, kerana pemerintah dan Pertamina belum memutuskan apakah kerja sama tersebut berlanjut atau tidak, setelah batas waktu perjanjian kerja sama selesai pada Disember 2019. Sejak penandatanganan framework agreement OOG Oman dengan Pertamina pada Disember 2018[92], Pertamina secara tiba-tiba mengumumkan pencarian mitra baru[93] dan pemindahan lokasi dari Bontang ke Kuala Tanjung-Sumatra Utara atau Arun-Aceh. Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tengah mempertimbangkan dua calon investor baru, yakni Mubadala dan Abu Dhabi National Oil Company.[94]

Setelah ditetapkan sebagai pemenang untuk menggarap Kilang Minyak Bontang pada Januari 2018, Overseas Oil and Gas yang ketika itu menggandeng Cosmo Oil International Pte Ltd dari Jepang (keluar dari konsortium pada saat penandatanganan framework agreement Disember 2018)[95], OOG pada April 2019 telah menggelar tender terbuka di Singapura untuk mencari engineering company bereputasi antarabangsa dan hasil kajiannya akan menjadi acuan pihak perbankan. OOG juga tengah melakukan kajian kelayakan finansial yang ditargetkan selesai dalam lima bulan mendatang, kemudian Front End Engineering Design (FEED) hingga dua tahun ke depan dengan menelan biaya US$ 180 juta[96], lalu diikuti proses pembinaan dalam 2-3 tahun berikutnya.[97] Sementara itu, pemerintah kota Bontang sudah menyiapkan revisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah untuk lokasi Kilang Minyak Bontang seluas 800 hektar lebih, dengan 64 hektar di antaranya milik pemerintah daerah, di Kelurahan Bontang Lestari, yang merupakan bekas lapangan terbang layang hingga Kampung Panggung.[98]

Dalam kerja sama dengan OOG, pembiayaan pembangunan kilang minyak GRR Bontang dibiayai sepenuhnya oleh investor. Pertamina akan mendapatkan 10% saham dari kerja sama ini secara otomatis dan berpotensi ditingkatkan menjadi 20-30%. Selain itu, Pertamina juga berhak memasok 20% keperluan minyak mentah, tidak ada jaminan offtake dari Pertamina, dan Pertamina ikut serta dalam pemasaran bersama.[99]

Al Hilal Hamdi, mantan Ketua Timnas Bahan Bakar Nabati 2006-2008, menilai, dalam pembangunan kilang minyak, Pertamina menghadapi tantangan model bisnis, pasokan bahan baku, dan pendanaan.[65]

Pelabuhan

Sektor pelabuhan terdapat 13 Proyek Strategis Nasional, dengan pencapaian dua pelabuhan internasional pertama di Indonesia telah selesai pembangunannya, dan berpotensi menambah kapasitas volume kargo sebesar 22,5 juta TEU's pada tahun 2035.[48]

Pengolahan air minum

Terdapat delapan projek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dalam Proyek Strategis Nasional, namun satu projek di antaranya yakni Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Mebidang, di Sumatra Utara, dikeluarkan statusnya sebagai Proyek Strategis Nasional. Hingga Disember 2019, keseluruhan projek Sistem Penyediaan Air Minum ini belum ada satupun yang selesai pembangunannya dan baru tiga projek dengan skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha yang telah selesai skema pendanaannya.[48]

Pada tahun 2017, sebanyak 73% masyarakat telah dapat mengakses air minum, dari pengelolaan air baku sebesar 17,53 meter kubik/detik. Selama periode 2015-2017, ada penambahan kapasitas air sebesar 20.430 liter/detik.[34]

Bandar udara

Dalam daftar Proyek Strategis Nasional sejak tahun 2016 hingga 2019, terdapat total 20 proyek terkait bandar udara dengan rincian 12 proyek revitalisasi bandar udara, enam proyek bandar udara baru, dua proyek bandar udara strategis. Dari seluruh proyek bandar udara tersebut, terdapat 11 proyek bandar udara yang telah selesai sejak tahun 2016 hingga 2019, dengan lima bandar udara baru di antaranya telah beroperasi.[48]

Jaringan irigasi

Terdapat tujuh projek pembangunan jaringan air irigasi yang dapat mengairi area ladang sawah seluas 865,4 hektar.[48] Ketujuh projek irigasi tersebut adalah Lhok Guci-Aceh, Jambo Aye Kanan-Aceh, Lematang-Sumatra Selatan, Umpu System (Way Besai)-Sumatra Selatan, Leuwigoong-Garut (Jawa Barat), Baliase-Sulawesi Selatan, dan Gumbasa-Sulawesi Tengah.[100]

Smelter

Terdapat enam Proyek Strategis Nasional yang berupa pembangunan smelter, yakni berlokasi di Kuala Tanjung-Sumatra Utara (peleburan aluminium), Ketapang-Kalimantan Barat (peleburan bauksit menjadi alumina), Morowali-Sulawesi Tengah (peleburan nikel), Konawe-Sulawesi Tenggara (peleburan nikel), Bantaeng-Sulawesi Selatan (peleburan nikel), dan Buli-Maluku Utara (peleburan ferronikel). Seluruh projek ini telah selesai dibangun.[52]

Smelter di Kuala Tanjung, Sumatra Utara, dibangun oleh PT Indonesia Asahan Alumunium, dengan mengembangkan kapasitas dari saat ini sebesar 265 ribu ton aluminium ingot pertahun menjadi 300 ribu ton dan smelter baru berkapasitas 300 ribu ton dengan investasi sebesar US$ 800 juta, sehingga jumlah kapasitas menjadi 500 ribu ton.[101] Smelter Ketapang-Kalimantan Barat, dibangun oleh Harita Group senilai Rp 7 trilion berupa pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina dengan kapasitas 1 juta ton.[102] Di Morowali-Sulawesi Tengah, kompleks pengolahan smelter senilai Rp 32,4 trilion, dengan investor seperti PT Sulawesi Mining Investment yang membangun pabrik pengolahan feronikel berkapasitas 300 ribu ton pertahun, PT Indonesia Guan Ching Nickel and Stainless Steel Industry berkapasitas 600 ribu ton per tahun.[103]

Sementara itu, di Konawe-Sulawesi Tenggara, kompleks pengolahan smelter berhasil mendapatkan laburan Rp 13,43 trilion, dari PT Virtue Dragon Nickel Industry yang mengolah pig iron berkapasitas 600-800 ribu ton per tahun.[104] Sementara itu, smelter Bantaeng-Sulawesi Selatan, PT Huadi Nickel Aloy Indonesia dengan laburan Rp 2 trilion untuk pengolahan feronikel berkapasitas 100 ribu ton per tahun[105] dan smelter Buli-Maluku Utara oleh PT Aneka Tambang Tbk untuk mengolah feronikel dengan kapasitas sebesar 1 juta ton per tahun dan laburan Rp 19,7 trilion.[106]

Lima sektor lainnya

Di luar sepuluh sektor utama, terdapat lima sektor lainnya yang jumlah proyeknya tidak banyak.

PLBN & infrastruktur pendidikan

Terdapat tujuh projek pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang seluruhnya telah selesai dibangun pada tahun 2016. Tiga PLBN berlokasi di Kalimantan Barat, yakni Entikong seluas 8 hektar, Badau seluas 8,8 hektar, dan Aruk seluas 9,1 hektar. Di Nusa Tenggara Barat berlokasi di Motaain seluas 8 hektar, Motamassin seluas 11,3 hektar, dan Wini seluas 4,4 hektar, sedangkan di Skouw-Papua, seluas 10,7 hektar.[34][107] Pada tahun berikutnya, pos lintas batas negara tidak ada lagi dan digantikan dengan infrastruktur pendidikan. Pembangunan Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia menjadi satu-satunya projek infrastruktur pendidikan yang masuk dalam daftar status Proyek Strategis Nasional. Proyek ini baru masuk daftar Proyek Strategis Nasional pada tahun 2018, melalui Peraturan Presiden No 56 Tahun 2018.[39] Kampus ini terletak di Cisalak, Depok, dengan area seluas 142,5 hektar dan menelan biaya pembangunan sebesar Rp 3,97 trilion, dan ditargetkan selesai pada Disember 2020.[108]

Pemerintah telah menunjuk Komaruddin Hidayat sebagai rektor Universitas Islam Internasional Indonesia. Pada tahun 2020, penerimaan mahasiswa baru dibuka untuk program pasca-sarjana sebanyak 250 mahasiswa dan program doktor sebanyak 50 mahasiswa.[109]

Teknologi

Rencana utama: Palapa Ring

jmpl|420x420px|Proyek Jalur Palapa Ring dengan menggunakan kabel serat optik. Proyek ini adalah salah satu Proyek Strategis Nasional yang selesai tahun 2019.

Terdapat empat projek teknologi yang berstatus Proyek Strategis Nasional, yakni Palapa Ring bagian Timur (57 kabupaten dan kota), Palapa Ring Paket Barat dan Tengah (457 kabupaten dan kota), percepatan pembangunan technopark, dan Proyek Satelit Multifungsi. Adapun projek yang telah selesai pembangunannya adalah Proyek Palapa Ring, baik paket Barat, Tengah, dan Timur.[48][110]

Rencana pembangunan Palapa Ring sudah dicetuskan pada Indonesia Infrastructure Summit 2005 dan pada tahun 2007, namun tidak kunjung terealisasi. Proyek ini baru diseriuskan pada tahun 2015, dengan menggunakan skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha dan availability payment senilai Rp 21 trilion selama 15 tahun, dengan sumber dana dari kontribusi Universal Service Obligation dan diresmikan pada Oktober 2019.[111] Investasinya mencapai Rp 7,63 trilion dan dilaksanakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) di 90 kabupaten, sedangkan PT Telkom Indonesia menggunakan skema non-KPBU di 457 kabupaten/kota.[112]

Palapa Ring mencakup pembangunan serat optik sepanjang 36.000 kilometer (7.862 kilometer berada di laut) dari Indonesia Barat, Tengah, hingga Timur, dengan kecepatan 40 Mbps. Paket Barat Palapa Ring berlokasi di Kabupaten/Kota Lingga, Kepulauan Meranti, Kabupaten Bengkalis, Kepulauan Anambas, dan Natuna. Paket Tengah berlokasi di 17 kabupaten/kota, yakni Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara, sedangkan Paket Timur berada di 17 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Barat, dan Papua.[113] Hambatan yang muncul selama proses pembangunan bervariasi mulai dari kondisi geografis yang sulit, gangguan keamanan, keterbatasan helikopter untuk pembangunan menara, ladang, cuaca, hingga penolakan warga.[114]

Manfaat keberadaan Palapa Ring adalah membuat akses internet menjadi lebih cepat dan murah khususnya untuk Indonesia Tengah dan Timur, sensor tsunami, dan menyediakan kehadiran beragam operator telekomunikasi di Indonesia Timur.[115]

Technopark dibangun di Tangerang Selatan, senilai Rp 250 miliar, pada tahun 2014-2017, di atas ladang seluas 37 hektar.[116] Proyek technopark ini melalui Perpres 2017 dan 2018 kemudian diperluas secara nasional, seperti di Jogja Agro Techno Park (JATP) sebagai pusat inkubasi. Nilai investasinya adalah sebesar Rp 313 miliar di area seluas 18,82 hektar dan masa konsesi 20 tahun dengan menggunakan skema KPBU.[117]

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, pembangunan technopark direncanakan ada di 100 lokasi.[118] Sementara itu, terdapat 10 lokasi yang dinilai bisa menjadi embrio dari technopark, yakni Puspiptek Serpong, Pusinov LIPI-Cibinong, Bandung Technopark, Solo Technopark, Ikitas Semarang, Badan Diklat Industri Tohpati-Denpasar, Start-Surabaya, Pondok Pusaka Technopark-Bengkulu, Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna-Pasuruan, dan Bandung Innovation Park.[119]

Proyek Satelit Multifungsi adalah peluncuran satelit bernama Satelit Republik Indonesia (SATRIA) yang dirakit oleh Thales Alenia Space Perancis, pada akhir 2019, senilai Rp 6,92 trilion dan akan diluncurkan pada tahun 2022 serta beroperasi awal 2023. Proyek ini menggunakan skema KPBU dan availability payment selama 15 tahun.[120]

Perumahan

Proyek perumahan yang berstatus Proyek Strategis Nasional pada tahun 2016 adalah pembangunan 603.516 rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Rinciannya pada tahap I adalah 2.332 unit rusunawa di Pasar Minggu, 2.396 unit rusunawa di Pasar Rumput, dan 500 unit rusunawa di Pondok Kelapa. Sementara itu, lokasi pembangunan tahap II sebanyak 98.020 unit dan 173.803 unit tahap III belum ditentukan.[121] Kementerian Pekerjaan Umum akan menyerahkan Rusunawa Pasar Rumput kepada DKI Jakarta pada akhir 2019 untuk selanjutnya dikelola oleh Perumda Pasar Jaya, dengan tarif sewa berkisar Rp 800 ribu hingga Rp 1,3 juta.[122]

Pada tahun 2017, projek perumahan ini diganti menjadi pembangunan rumah susun di Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, dan DKI Jakarta, pembangunan rumah khusus di wilayah perbatasan (secara nasional) dan pembangunan bantuan rumah swadaya (secara nasional).[39][123]

Kelautan

Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di Talaud, Sulawesi Utara, menjadi satu-satunya projek yang berstatus PSN sejak 2017 hingga 2018. Sebelumnya, pada tahun 2016, sektor ini terdiri atas tiga program gabungan dari pertanian dan kelautan, yakni food estate di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, dan Papua, kemudian pembangunan Pulau Karantina di Pulau Nanduk, Bangka Belitung, dan pembangunan gudang beku terintegrasi di 20 lokasi.[121]

Namun, pembangunan area pangan berskala luas (food estate) di Merauke seluas 1,2 juta hektar, pengembangan ladang gambut (PLG) 1 juta hektar di Kalimantan Tengah, Delta Kayan Food Estate di Kalimantan Timur seluas 0,5 juta hektar, dan Jungkat Agri Kompleks di Kalimantan Barat, seluas 0,25 juta hektar, terkendala berbagai masalah yang kompleks sehingga keberhasilannya berjalan lambat dan ada yang dihentikan seperti PLG.[124] Food estate ini kemudian dikeluarkan dari daftar Proyek Strategis Nasional bersama dengan pembangunan Pulau Karantina.[56]

Sentra kelautan dan perikanan terpadu ini belum bisa beroperasi secara mandiri, meski sudah selesai pembangunannya pada tahun 2018, kerana kekurangan pasokan listrik dan air bersih.[125] Kekurangan pasokan listrik ini sebetulnya sudah coba diatasi pemerintah dengan menerbitkan Instruksi Presiden No 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional dan kerja sama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan PT Perusahaan Listrik Negara pada tahun 2017 untuk mengatasi kelangkaan pasokan listrik di 12 SKPT.[126]

Tanggul laut raksasa Jakarta

Tanggul laut raksasa Jakarta mengacu kepada National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) tahap A di DKI Jakarta dan keseluruhan tanggul laut dengan laburan mencapai Rp 600 trilion. Tujuannya untuk mencegah pesisir DKI Jakarta tenggelam akibat permukaan daratannya diprediksi akan lebih rendah dari permukaan laut pada tahun 2030.[127] Tanggul laut raksasa Jakarta dicanangkan pembangunannya pada Oktober 2014 dengan melibatkan pemerintah Indonesia-Belanda dan masuk menjadi Proyek Strategis Nasional tahun 2016 (tahap A) dan kemudian skala projek ini diperluas hingga sampai Provinsi Banten, dan Jawa Barat sejak tahun 2017.[121][123]

Proyek ini terdiri dari dua tahap, yakni tahap A berupa penguatan tanggul di pesisir pantai sepanjang 37 km lebih dan membangun 17 pulau buatan dan tahap B berupa pembangunan tanggul laut raksasa seluas 32 km di mana terdirinya bandar udara, pelabuhan, jalan tol, permukiman, industri, pengelolaan sampah, penampungan air, dan wilayah hijau, seluas 4.000 hektar.[128] Per Oktober 2019, dari rencana sepanjang 37 km, tanggul yang telah terbangun baru mencapai 9,3 km, sehingga Kementerian Pekerjaan Umum bersama Dinas Sumber Daya Air harus membangun sisanya lagi, setelah pengembang reklamasi mengundurkan diri.[129]

Konstruksi pembangunan tanggul laut raksasa direncanakan mulai dilakukan tahun 2021.[130] Studi kelayakan projek ini dilakukan bekerjasama dengan Korea Selatan, sedangkan pembiayaan projek berasal dari Belanda yang telah sepakat memperpanjang nota kesepahaman kerja sama yang telah berakhir pada Julai 2020.[131]

Rujukan

WikiPedia: Proyek Strategis Nasional http://bloktuban.com/2019/07/30/ma-kabulkan-kasasi... http://www.harianproperty.com/Infrastruktur/detail... http://www.hutamakarya.com/id/about-trans-sumatera http://www.hutamakarya.com/id/annual-reports http://tuskadvisory.com/Document/The%20Impact%20of... http://ojs.atmajaya.ac.id/index.php/metris/article... http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/jkebijakan... http://www.conference.unsri.ac.id/index.php/uniid/... http://iif.co.id/id/tentang-kami/ikhtisar/ http://industri.kontan.co.id/news/fokus-di-kilang-...